0817-4162-789      024–351-0544      info@hartono-audio.com    

Blogs

coba post coba post coba post coba post coba post coba post coba post coba postcoba post coba post coba post coba postcoba post coba post coba post coba postcoba post coba post coba post coba postcoba post coba post coba post coba postcoba post coba post coba post coba postcoba post coba post coba post coba postcoba post coba post coba post coba postcoba post coba post coba post coba postcoba post coba post coba post coba postcoba post coba post coba post coba postcoba post coba post coba post coba postcoba post coba post coba post coba postcoba post coba post coba post coba postcoba post coba post coba post coba postcoba post coba post coba post coba postcoba post coba post coba post coba postcoba post coba post coba post coba postcoba post coba post coba post coba postcoba post coba post coba post coba postcoba post coba post coba post coba postcoba post coba post coba post coba postcoba post coba post coba post coba postcoba post coba post coba post coba postcoba post coba post coba post coba postcoba post coba post coba post coba postcoba post coba post coba post coba postcoba post coba post coba post coba postcoba post coba post coba post coba postcoba post coba post coba post coba postcoba post coba post coba post coba post

Overall perspective mendeskripsikan jarak yang ‘terlihat’ antara pendengar dan musik ketika kita mendengarkan suatu system audio.

Perspektif sebenarnya tergantung pada recording  yaitu jarak antara performer dan mikrofon, tapi komponen dalam system audio kita juga mempengaruhi perspektif. Tugas dari  perangkat kita adalah menampilkan dengan tepat perspektif yang ditangkap pada saat recording.

Beberapa produk membuat tampilan suara terasa maju (forward) dan sebagian produk membuat tampilan suara terasa mundur ke belakang (laid back).

Produk dengan tampilan yang maju (forward) membuat seakan-akan  musik ada di depan loudspeaker, sementara produk yang tampilan suara nya mundur (laid back), membuat kita merasa seakan-akan musik ada di belakang loudspeaker.

Cara lain mendeskripsikan perspektif suatu system adalah dinyatakan dalam nomor baris tempat duduk dalam concert hall. Beberapa produk membuat kita seakan duduk di kursi-kursi baris depan misalnya di baris “D”, sementara produk lain membuat kita seakan duduk jauh di belakang concert hall, misalnya di baris “S”

Ada beberapa istilah lain yang masih berhubungan erat dengan perspektif. Kita gunakan istilah ‘dry’ (kering), untuk mendeskripsikan tampilan yang kurang terasa gema ruangannya. Tampilan yang kering ini sama dengan tampilan yang maju (forward)

Istilah lain untuk tampilan yg maju (forward) antara lain : agresif (menyerang), tampil (present), jelas (vivid), tajam (incisive).

Istilah lain untuk tampilan yg mundur (laid back) antara lain : easy going, lembut (gentle).

Produk dengan karakter forward menciptakan sensasi kehadiran instrument tepat di depan kita, tapi lebih mudah menyebabkan fatique (capek) pada pendengar. Terkadang yang mendengarkan merasa seperti diserang, sehingga ingin duduk lebih mundur

Sebaliknya produk yang karakternya laid back (mundur), membuat pendengar merasa kurang hadir, kurang terlibat.

Analoginya seperti membandingkan apa yang kita rasakan ketika kita berbicara dengan seseorang yang agresif, bicara langsung di depan wajah kita dan bicara dengan keras dengan yang kita rasakan ketika berbicara dengan orang yang berdiri agak jauh, bicara dengan lembut dan tenang.

Perspektif yang dihasilkan loudspeaker sering kali adalah hasil dari dinamika pada midrange antara 1 kHz – 3kHz. Midrange antara 1kHz – 3kHz disebut presence region (area kehadiran), karena range suara di frekuensi ini menciptakan sensasi kehadiran dan keterlibatan buat yg mendengarkan. Harmoni suara manusia merentang pada range presence region tsb (1kHz-3kHz), karena itulah suara manusia pada range tsb sangat dipengaruhi  oleh perspektif produk.

Istilah-istilah yang terkait dengan overall perspektif ini dapat juga diasosiasikan dengan  aspek spesifik lain pada tampilan system.  Misalnya dapat diasosiasikan dengan treble. Kalau kita katakan treble nya terlalu forward (maju) itu artinya treble nya terlalu menonjol, treble nya terdengar seperti  berjarak lebih dekat ke pendengar daripada ke bagian musik lainnya.

(Referensi : Robert Harley, “The Complete Guide To High End Audio”, 3rd edition, 2004)

Masih lanjut soal critical listening. Problem terbesar dalam critical listening adalah menemukan kata yang tepat guna mendeskripsikan persepsi  dan pengalaman kita mendengarkan.

Berikut beberapa “term” (=kosa kata) yang sering dipakai untuk mendeskripsikan persepsi tsb.

Tonal Balance

Aspek pertama yang perlu dicermati pada saat melakukan critical listening  adalah tonal balance dari suatu system.

Tonal balance dari suatu system adalah seberapa balance nya bass, midrange dan treble yang ditampilkan oleh suatu system.

Range frekuensi  yang dapat didengar oleh telinga manusia terbentang sebesar 10 oktaf dari sekitar 16Hz – 20.000Hz, dan secara kasar dapat dibagi dalam beberapa region sbb :

 

Frekuensi :                            Deskripsi :

16        -           40                  Deep Bass

40        -           100                Mid Bass

100     -           250                 Upper Bass

250     -           500                 Lower Midrange

500     -           1000               Middle Midrange

1000   -           2000               Upper Midrange

2000   -           3500               Lower Treble

3500   -           6000               Middle Treble

6000   -           10000             Upper Treble

10000 -           20000             Top Octave

 

Jika suara dari system audio yang kita evaluasi dominan treble nya kita sebut : Bright. Kalau terlalu sedikit treble nya kita sebut dull (tumpul).

Jika nada bass mendominasi performa, kita katakan sebagai heavy or weighty (=berat, berbobot).  Jika kita dapati terlalu sedikit porsi nada bassnya kita deskripsikan sebagai  thin, lightweight (=tipis, mengambang)

Tonal balance suatu produk adalah aspek yang paling signifikan dari keseluruhan ciri khas tampilan suaranya.

(Referensi : Robert Harley, “The Complete Guide To High End Audio”, 3rd edition, 2004)

 

Critical listening adalah praktek mendengarkan untuk tujuan mengevaluasi kualitas dari perangkat audio, dengan secara cermat mendengarkan sambil menganalisa. Berbeda dengan mendengarkan untuk tujuan menikmati music (=listening for pleasure). Tujuan dari critical listening bukan untuk menikmati pengalaman mendengarkan musik, tapi untuk menentukan apakah suatu system atau suatu komponen menghasilkan suara yang bagus atau tidak, dan karakter spesifik apa dari suara tersebut yang menjadikannya bagus atau jelek. Secara kritis  kita mau mencermati apa yang kita dengar sehingga kita bisa membuat penilaian terhadap suara yang dihasilkan. Lalu dari penilaian tersebut, informasi nya kita pakai sebagai bahan pertimbangan ketika memilih komponen atau membangun suatu system audio kita.

Mengevaluasi dengan telinga kita adalah yang terpenting, karena alat ukur yang ada sekarang tidak cukup canggih untuk mengukur karakter dari performa musikal dari suatu perangkat. Mekanisme pendengaran manusia jauh lebih sensitif dan kompleks dibanding dengan alat ukur canggih yang tersedia hingga saat ini. Walaupun data teknis adalah bahan pertimbangan yang valid untuk memilih perangkat, telinga kita tetap menjadi penilai  final untuk  menentukan mana suara yang bagus.

Technical performance yang bagus dapat berkontribusi menghasilkan musical performance yang berkualitas tinggi, tapi technical performance yang disajikan berupa technical data suatu perangkat tidak bisa memberitahu kita apa yang benar-benar  ingin kita ketahui yaitu tentang bagaimana perangkat tersebut menyajikan pesan musikal nya. Untuk mengetahui hal tersebut hanya bisa dengan mendengarkan.

Mengetahui perangkat mana yang bersuara bagus dan mana yang tidak adalah hal mudah, banyak orang bisa dengan mudah membedakannya. Tapi menemukan mengapa suatu produk musikalitasnya lebih memuaskan dibanding produk lainnya, dan kemampuan  untuk mengenali dan  mendeskripsikan  perbedaan pada sound quality, adalah keahlian yang harus dibangun/dilatih. Seperti semua keahlian lainnya, kemampuan critical listening juga bertambah seiring dengan banyaknya berlatih. Semakin banyak pengalaman mendengarkan, semakin menjadi pendengar yang ahli. Seiring dengan bertambahnya kemampuan telinga kita, semakin kita dapat mengidentifikasi perbedaan-perbedaan kecil dari kualitas suara perangkat dan semakin dapat mendeskripsikan bagaimana perbedaannya dan mengapa berbeda, mengapa yang satu lebih baik dari lainnya.

Ketika berlatih membangun skill utk critical listening, kadang ada bahaya mengintai. Bahaya pertama adalah ketika kita tidak lagi bisa membedakan antara critical listening dan listening for pleasure (mendengarkan untuk menikmati musik). Kita lupa pada tujuan awal kita sebagai penikmat musik. Setiap kali mendengarkan kita merasa wajib  memberi kritik pada sound quality, wajib berkomentar mana yang benar dan mana yang salah dengan sound yang kita dengarkan. Inilah jalur yg pasti menuju penyakit yg disebut audiophilia nervosa. Gejala-gejala audiophilia nervosa :

  • -          Terus-menerus ganti perangkat audio
  • -          Menyetel hanya 1 track tertentu dari CD atau LP berulang-ulang
  • -          Mengganti kabel hanya untuk mendengarkan track tertentu dari CD/LP
  • -          Menolak mendengarkan suatu musik yang bagus hanya karena rekamannya kurang bagus

Gejala-gejala di atas menunjukkan kita sudah menyimpang dari tujuan semula. Alih-alih mendengarkan musik, kita justru beralih ke mendengarkan perangkat. Ironi nya, high end audio sebenarnya bertujuan menikmati musik sampai perangkat terasa menghilang dan terlupakan. Fokus kita tidak lagi menikmati musik dan melupakan perangkat, justru sebaliknya kesadaran kita terus fokus pada perangkat.

Ketika sedang menikmati musik, lupakan perangkat. Lupakan tentang critical listening. Pindah ke mode critical listening hanya ketika kita memang sedang dalam proses menilai suatu perangkat. Beri batas yg jelas antara critical listening dan listening for pleasure.

Bahaya kedua dari proses membangun skill untuk critical listening, yaitu standart kita makin lama makin naik sampai ke tahap dimana kita tidak bisa lagi menikmati musik kecuali musik tersebut direprodroduksi secara sempurna.  

Jangan biarkan semangat Anda menjadi seorang audiophile mengganggu kesenangan Anda sebagai penikmat musik kapan saja dan dimana saja.

(Referensi : Robert Harley, “The Complete Guide To High End Audio”, 3rd edition, 2004)

Dalam dunia hi end audio, suatu system yang relatif tidak mahal bisa saja performa nya melebihi system dengan total harga yang jauh di atasnya. Mengapa bisa begitu?

Hal yang paling berpengaruh dalam hal musikalitas suatu system adalah soal system matching.

System matching adalah suatu seni menggabungkan komponen-komponen perangkat audio yang cocok dari sisi suara nya sehingga menghasilkan suara system yang secara overall melebihi dari yang dapat dihasilkan oleh perangkat yang sama ketika dikombinasikan dengan  perangkat lain yang kurang compatible. 

Mengetahui perangkat mana  yang saling cocok hanya bisa dipelajari dengan banyak pengalaman mendengarkan berbagai jenis  perangkat. Banyak di antara pecinta audio tidak punya waktu dan akses ke banyak jenis perangkat untuk menemukan sendiri perangkat mana yang saling cocok.

Konsekuensi nya, Anda harus mengacu pada pendapat para ahli untuk mendapatkan petunjuk-petunjuk yg umum terlebih dahulu untuk mempersempit di antara banyak pilihan jenis dan merk perangkat yang ada, dan selanjutnya tetap  telinga Anda sendiri yang harus memilih kombinasi mana yg paling cocok dengan selera Anda.

Ada banyak sumber untuk mendapatkan pendapat soal system matching. Banyak-banyak membaca review perangkat tersebut di majalah-majalah, forum-forum diskusi, dan meminta saran pada dealer Anda.  Untuk review di majalah pilihlah dari majalah yg reputasi nya bagus.

Dengan membaca review di majalah, bertanya pada forum-forum diskusi , meminta saran dari dealer Anda dan pada akhirnya mendengarkan sendiri suara dari kombinasi perangkat tersebut, Anda dapat  menciptakan system  yang matching dan menghasilkan performa musical yang paling terbaik dari budget Anda.

(Referensi : Robert Harley, “The Complete Guide To High End Audio”, 3rd edition, 2004)

Barang Berkualitas

Branded & Original

Pembayaran Mudah

Terjamin & Terpercaya

Pengiriman Aman

Sampai Depan Rumah

Kepuasan Dijamin

Layanan Profesional

Office & Showroom

Jl. Kalimas Barat A 8 / V
Tanah Mas
Semarang 50177
Jawa Tengah, Indonesia

 Google Maps

Contact Center

 0817 4162 789
  0817 4162 789
  024 – 351 0544
 info@hartono-audio.com